HARIAN MASSA - Lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya. Sama saja! Ungkapan tersebut sangat pas untuk menggambarkan penderitaan rakyat masa penjajahan Jepang yang seumur jagung di Indonesia.
Jepang mulai menduduki wilayah Indonesia, sejak Maret 1942. Awalnya rakyat Indonesia, meski tidak semuanya, menyambut kedatangan bangsa "kate" ini sebagai pembebas, karena telah mengalahkan Belanda.
Bendera merah putih boleh dikibarkan, lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan. Setiap kali berjumpa, tentara Jepang selalu memekikan salam, "Indonesia-Jepang sama-sama." Salam itu pun disambut hangat.
Baca juga: Kisah Kekejaman Militer Jepang, Hukum Pancung 40.000 Guru dan Kaum Cerdik Pandai di Kalimantan
Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Dalam sekejap, bendera merah putih dilarang berkibar dan lagu kebangsaan Indonesia Raya tidak boleh dinyanyikan. Jepang mulai membuka kedoknya sebagai bangsa penjajah.
Pada masa penjajahan Jepang, hidup rakyat sangat sengsara. Tidak sedikit yang tewas dihukum pancung dan ditusuk dengan bayonet. Jangankan salah di depan tentara Jepang, benar saja bisa terkena tempeleng.
Orang-orang kaya di kota dan desa, dipaksa menyerahkan hartanya, berupa emas, intan, berlian, dan uang. Sedang para petani dipaksa untuk menyerahkan hasil panen dan ternaknya, serta dibiarkan mati kelaparan.
Baca juga: Riwayat Bom Atom Hiroshima-Nagasaki dan Kekalahan Jepang di Perang Dunia II
Tidak hanya itu, para petani juga dipaksa menanam jarak ditiap pekarangannya. Setelah itu, buahnya diserahkan kepada tentara Jepang. Jumlahnya mencapai jutaan ton, lalu dijadikan minyak untuk kepentingan perang Jepang.
Dengan kondisi seperti itu, para petani sangat sengsara. Tiada bahan makanan, bahkan tenaga pun masih dijarah. Untuk menyambung hidup, rakyat terpaksa makan bekicot atau kiong racun yang menjijikan.
Tetapi, penderitaan rakyat ini masih dirasa kurang cukup bagi tentara Jepang. Mereka lalu memerintahkan rakyat untuk kerja paksa, sebagai budak. Jumlah korban tewas akibat kerja paksa ini sangat banyak.
Baca juga: Serangan Bom Atom Hiroshima-Nagasaki dan Buruknya Pendidikan Zaman Jepang
"Di masa itu, hidup memang serba susah.. setiap hari orang bergelimpangan mati kelaparan di pinggir jalan, di pasar, di bawah jembatan," tulis Pramoedya Ananta Toer, dikutip dari Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer.
Yang biadabnya lagi, Jepang menggunakan tipu muslihat beasiswa atau kesempatan belajar kepada para perawan remaja Indonesia ke Tokyo dan Singapura. Mereka dijemput dari rumah masing-masing oleh tentara Jepang.
Artikel Terkait
Usai Dibongkar Pesulap Merah, Warga Geruduk Padepokan Samsudin Minta Ditutup
Odong-odong Ditabrak Kereta Api di Banten, Korban Tewas 10 Orang
Taiwan Excellence di Ancol Hadirkan 70 Produk Unggulan
Viral Majikan Tega Jebak ART Cantik Makan Daging Babi, Netizen Geram
Siswi SD Tertimpa Drone saat Acara Napak Tilas Kepahlawanan di Pemkot Tangsel, Dispora Klaim Tanggung Jawab?
Jerinx SID Bebas Bersyarat dari Lapas Kerobokan Bali
Banyak Diminati Trader Aset Kripto, Ini 5 Fitur Menarik Aplikasi Pintu
Cetak Gol, Aji Santoso Sebut Sho Yamamoto Sudah Temukan Kepercayaan Diri
Persebaya Tetap Akan Lakukan Evaluasi setelah Bungkam Persita
Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin Bebas Bersyarat, Dikenakan Wajib Lapor