Soekarno, Natal dan Tragedi Sinterklas Hitam di Indonesia

- Minggu, 25 Desember 2022 | 06:40 WIB
Soekarno saat menghadiri ibadah Natal. Foto: Istimewa
Soekarno saat menghadiri ibadah Natal. Foto: Istimewa

HARIAN MASSA - Natal dan Sinterklas tidak bisa dipisahkan. Hampir setiap peringatan Natal, sosok pria dengan kostum merah dan putih, mengendarai kereta tenaga rusa, dan membawa hadiah itu pasti selalu ada.

Tetapi tahu kah anda, bahwa di Indonesia perayaan hari Natal dan Sinterklas pernah dilakukan secara terpisah. Jika Natal diperingati setiap 25 Desember, maka Hari Sinterklas dirayakan setiap 5 Desember.

Dikutip dari buku Endo Wongko karangan Denni HR Pinontoan, tradisi Sinterklas ini ternyata sudah lama dikenal di masa Hindia Belanda. Dibawa oleh orang-orang Belanda beragama Kristen, dan kerap diperingati di Batavia.

Baca juga: Hukum Mengucapkan Selamat Natal, dari Quraish Shihab hingga Gus Dur

Hingga masa Indonesia merdeka dan penyerahan kedaulatan oleh Belanda, pada 1949, Hari Sinterklas masih kerap dirayakan di Jakarta. Tetapi sejak 1957, peringatan Hari Sinterklas ini dilarang oleh Presiden Soekarno.

Tidak hanya perayaan Hari Sinterklas yang dilarang. Pada Desember 1957 itu, Soekarno juga mengusir seluruh orang Belanda dari Indonesia. Pengumuman ini lalu dibacakan oleh Menteri Kehakiman, Gustaaf A Maengkom.

Ribuan orang Belanda pun berduyun-duyun meninggalkan Indonesia. Sejak itu, dikenal istilah Sinterklas hitam atau Zwarte Sinterklass. Sinterklas hitam dapat dimaknai sebagai sindiran terhadap Soekarno atas kebijakannya itu.

Baca juga: Mengubur Komunisme di Indonesia dan Permintaan Maaf Gus Dur terhadap Korban G30S PKI

Beberapa tahun sebelumnya, pada 1951 di Kota Dijon, Prancis, para pastor memutuskan untuk menggantung patung Pere Noel alias Sinterklas, di halaman Katedral. Kemudian jenggotnya dibakar dan seluruh tubuhnya terbakar.

Hingga kini, belum diketahui apakah peristiwa itu yang mengilhami Soekarno untuk melarang Hari Sinterklas di Indonesia. Yang pasti, antara peristiwa di Prancis dan Indonesia memiliki satu kesamaan, Anti-Santa.

Penolakan Soekarno terhadap Hari Sinterklas karena sikap Belanda yang ngotot merebut Irian Barat. Sikap Belanda ini sangat ditolak oleh Soekarno. Bahkan akibat sikap Soekarno itu timbul sentimen anti-Belanda di Indonesia.

Baca juga: Sekolah Tan Malaka, Pendidikan yang Membebaskan Proletar di Indonesia

Yang melegakan dari sikap Soekarno itu, dukungan umat Kristen di Indonesia tidak berkurang terhadap Soekarno.

Peringatan Natal tetap diperbolehkan. Bahkan, hampir setiap peringatan Natal, Soekarno selalu hadir dan memberikan pidato. Kehadiran Soekarno pada kegiatan Natal ini tidak mempengaruhi kepercayaan terhadap Islam.

Halaman:

Editor: Ibrahim H

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Wawasan Kebangsaan dan Pancasila di Mata Budayawan

Kamis, 23 Februari 2023 | 20:37 WIB

Pengakuan Algojo: Aku Ikut Menembak Mati Tan Malaka

Rabu, 22 Februari 2023 | 06:55 WIB

Kiai Sadrach dan Kristen Jawa

Minggu, 12 Februari 2023 | 08:20 WIB

Tragedi Ken Dedes dan Akhir Riwayat Tunggul Ametung

Senin, 23 Januari 2023 | 14:58 WIB
X