Mengubur Komunisme di Indonesia dan Permintaan Maaf Gus Dur terhadap Korban G30S PKI

- Senin, 19 Desember 2022 | 06:45 WIB
Penghancuran Universitas Res Publica. Foto: Istimewa
Penghancuran Universitas Res Publica. Foto: Istimewa

HARIAN MASSA - Hanya ada dua orang yang pernah meminta maaf kepada korban Gerakan 30 September (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI). Pertama, Presiden Abdurrahman Wahid dan kedua Wali Kota Palu Rusdy Mastura.

Permintaan maaf dua pejabat ini memiliki arti besar. Meski demikian, permintaan maaf tersebut tidak berdampak apa-apa pada politik penghancuran gerakan kiri di Indonesia. Sebaliknya, upaya mengubur PKI terus dilakukan.

Demikian Harian Massa akan mengulas secara singkat fenomena itu. Ulasan pertama dimulai dengan permintaan maaf Gus Dur. Media mencatat, permintaan maaf Gus Dur dilakukan saat Secangkir Kopi TVRI, pada 15 Maret 2000.

Baca juga: Sekolah Tan Malaka, Pendidikan yang Membebaskan Proletar di Indonesia

Saat itu, Gus Dur mengatakan, meminta maaf atas pembunuhan yang terjadi terhadap orang-orang yang dikatakan sebagai komunis. Ternyata, jauh sebelum itu Gus Dur juga pernah meminta maaf kepada para korban G30S PKI.

Menurut Gus Dur, belum tentu orang-orang yang dituduh komunis semuanya bersalah hingga harus dihukum mati.

Tidak hanya meminta maaf, Gus Dur bahkan mengusulkan pencabutan terhadap Tap MPRS No 25 tahun 1966 tentang Pembubaran PKI. Sudah dapat ditebak, pernyataan Gus Dur saat itu mendapatkan banyak sambutan negatif.

Baca juga: Bromartani Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa Terbit di Surakarta 1885

Tetapi tidak hanya Gus Dur yang dengan sadar meminta maaf kepada korban G30S PKI. Wali Kota Palu Rusdy Mastura juga melakukan hal yang sama. Dia meminta maaf kepada korban G30S PKI yang ada di Palu.

Sama seperti Gus Dur, sikap ini dia ambil berdasarkan azas kemanusiaan. Dalam catatan Komnas HAM, Rusdy adalah satu-satunya pejabat daerah yang berani bersuara atas korban G30S PKI dan meminta maaf secara terbuka.

Yang tidak kalah menggemparkan, respon sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Dia menolak permintaan maaf Gus Dur.

Baca juga: Tirto Adhi Soerjo dan Sejarah Awal Pers Pribumi di Hindia Belanda (1)

Dalam buku Setelah Revolusi Tak Ada Lagi, Gunawan Mohamad mengatakan sangat menyesalkan sikap Pramoedya Ananta Toer di majalah Forum Keadilan, pada 26 Maret 2000 yang dinilai sangat angkuh tersebut.

Menurutnya, sikap Gus Dur yang membuka tabu bahwa tiap orang PKI, juga tiap anak, istri, suaminya layak dibunuh atau disingkirkan dari Republik Indonesia, mengungkap takhayul bahwa semua PKI jahat.

Halaman:

Editor: Ibrahim H

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Wawasan Kebangsaan dan Pancasila di Mata Budayawan

Kamis, 23 Februari 2023 | 20:37 WIB

Pengakuan Algojo: Aku Ikut Menembak Mati Tan Malaka

Rabu, 22 Februari 2023 | 06:55 WIB

Kiai Sadrach dan Kristen Jawa

Minggu, 12 Februari 2023 | 08:20 WIB

Tragedi Ken Dedes dan Akhir Riwayat Tunggul Ametung

Senin, 23 Januari 2023 | 14:58 WIB
X