HARIAN MASSA - Hanya ada dua orang yang pernah meminta maaf kepada korban Gerakan 30 September (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI). Pertama, Presiden Abdurrahman Wahid dan kedua Wali Kota Palu Rusdy Mastura.
Permintaan maaf dua pejabat ini memiliki arti besar. Meski demikian, permintaan maaf tersebut tidak berdampak apa-apa pada politik penghancuran gerakan kiri di Indonesia. Sebaliknya, upaya mengubur PKI terus dilakukan.
Demikian Harian Massa akan mengulas secara singkat fenomena itu. Ulasan pertama dimulai dengan permintaan maaf Gus Dur. Media mencatat, permintaan maaf Gus Dur dilakukan saat Secangkir Kopi TVRI, pada 15 Maret 2000.
Baca juga: Sekolah Tan Malaka, Pendidikan yang Membebaskan Proletar di Indonesia
Saat itu, Gus Dur mengatakan, meminta maaf atas pembunuhan yang terjadi terhadap orang-orang yang dikatakan sebagai komunis. Ternyata, jauh sebelum itu Gus Dur juga pernah meminta maaf kepada para korban G30S PKI.
Menurut Gus Dur, belum tentu orang-orang yang dituduh komunis semuanya bersalah hingga harus dihukum mati.
Tidak hanya meminta maaf, Gus Dur bahkan mengusulkan pencabutan terhadap Tap MPRS No 25 tahun 1966 tentang Pembubaran PKI. Sudah dapat ditebak, pernyataan Gus Dur saat itu mendapatkan banyak sambutan negatif.
Baca juga: Bromartani Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa Terbit di Surakarta 1885
Tetapi tidak hanya Gus Dur yang dengan sadar meminta maaf kepada korban G30S PKI. Wali Kota Palu Rusdy Mastura juga melakukan hal yang sama. Dia meminta maaf kepada korban G30S PKI yang ada di Palu.
Sama seperti Gus Dur, sikap ini dia ambil berdasarkan azas kemanusiaan. Dalam catatan Komnas HAM, Rusdy adalah satu-satunya pejabat daerah yang berani bersuara atas korban G30S PKI dan meminta maaf secara terbuka.
Yang tidak kalah menggemparkan, respon sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Dia menolak permintaan maaf Gus Dur.
Baca juga: Tirto Adhi Soerjo dan Sejarah Awal Pers Pribumi di Hindia Belanda (1)
Dalam buku Setelah Revolusi Tak Ada Lagi, Gunawan Mohamad mengatakan sangat menyesalkan sikap Pramoedya Ananta Toer di majalah Forum Keadilan, pada 26 Maret 2000 yang dinilai sangat angkuh tersebut.
Menurutnya, sikap Gus Dur yang membuka tabu bahwa tiap orang PKI, juga tiap anak, istri, suaminya layak dibunuh atau disingkirkan dari Republik Indonesia, mengungkap takhayul bahwa semua PKI jahat.
Artikel Terkait
Tangan Diikat Lakban, Wali Kota Blitar Santoso dan Istri Selamat usai Disekap Perampok Bersenjata Tajam
Menegangkan! Detik-detik Perampok Sekap Wali Kota Blitar Santoso dan Lumpuhkan 3 Anggota Satpol PP
3 Narapidana Anak Lapas Kelas II Maros Kabur setelah Memanjat Tembok Setinggi 4 Meter
Brutal! KKB OPM Sebar Video Pembantaian Warga Sipil di Pegunungan Bintang
14 Tahun Menyamar Jadi Wartawan TV, Intelijen Ini Akhirnya Diangkat Jadi Kapolsek Kradenan
Sadis! OPM Tembak Kepala Karyawan Bank Swasta di Pasar Tradisional Sinak
Telantarkan Anak Istri, Oknum Polisi Polda Sumsel Divonis Penjara 1,5 Tahun
Tangis Penyesalan Umar Patek, Pelaku Bom Bali yang Tewaskan Ratusan Jiwa
Sempat Disekap dan Dianiaya Perampok, Wali Kota Blitar Santoso Kembali Berdinas
Gempa Terkini di Bali! Puluhan Rumah Rusak, Sejumlah Warga Mengalami Luka-luka