HARIAN MASSA - Namanya Entong Gendut. Para tetua Condet, mengingatnya sebagai pahlawan, simbol perlawanan terhadap hegemoni Pemerintah Hindia Belanda. Kisah perlawanannya diceritakan secara turun termurun.
Masyarakat pun bertanya-tanya, siapakah Entong Gendut, benarkah sosok ini benar-benar ada dalam pentas sejarah atau hanya cerita rekaan belaka? Demikianlah, Harian Massa akan mengulas sosok pahlawan rakyat kecil ini.
Sejarah perlawanan rakyat kecil memang kurang mendapatkan tempat dalam pentas nasional. Apalagi, makam Entong Gendut juga tidak diketahui rimbanya. Tetapi bukankah banyak pahlawan yang tanpa makam?
Baca juga: Kisah Presiden Soeharto Melarang Tentara, Polisi dan PNS Poligami
Peristiwa perlawanan Entong Gendut dikenal dengan pemberontakan Condet. Pemberontakan ini bahkan tidak kalah hebat dengan peristiwa serupa yang terjadi di Surabaya, pada 1916, yang dikenal radikal dan revolusioner.
Pemberontakan tersebut terjadi di sebuah desa, tanah pertikelir Tanjung Oost yang masuk dalam Kecamatan Pasar Rebo, Jawa Barat. Pemberontakan Entong Gendut dipicu tindakan sewenang-wenang Pemerintah Hindia Belanda.
Dimulai dari berlakunya peraturan baru tentang tanah pertikelir tahun 1912. Peraturan ini dijalankan dengan sangat sewenang-wenang. Para petani kecil yang tidak mampu membayar pajak diadili dan dihukum berat.
Baca juga: Kisah Poligami Soekarno dengan Hartini Janda Cantik Beranak Lima
Pada 1913, setahun sejak peraturan itu diterapkan, tercatat ada sebanyak 2.000 perkara yang diadili karena gagal membayar sewa atau pajak pekarangan atau penebusan pekerjaan kompenian.
Pengadilan ini terus terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Pada 1914, tercatat perkara yang disidangkan akibat aturan ini sebanyak 500 kasus, dan pada 1915 sebanyak 300 perkara. Saat itu, rakyat dibuat sangat tidak berdaya.
Para petani yang terlibat perkara itu dibuat bangkrut, harta milik mereka disita dan rumah mereka dibakar penguasa.
Baca juga: Kisah Rasulullah Sangat Marah dengan Ali karena Ingin Poligami Fatimah
Tidak hanya itu, petani yang belum blasting kepada kompeni diharuskan membayar dengan kerja paksa mencangkul sawah dan kebun petani selama sepekan. Juru tagihnya mandor dan para centeng tuan tanah.
Persidangan yang sempat menghebohkan tanah Betawi, terjadi pada 14 Mei 1916. Saat itu, seorang petani bernama Taba, dari Desa Batu Ampar, yang mengelola lahan di tanah pertikelir Tanjung Oost diadili.
Artikel Terkait
Viral, WNA Lebanon Mengamuk Tidak Mau Bayar Sewa Kosan di Bali Ancam Laporkan Pemilik ke Polisi
Harga Pertalite Tetap, Justru Pertamax Turbo Cs Turun Harga
Istri Polisi Selingkuh dengan Anak Kades di Hotel Mewah Palembang, Ditemukan Ceceran Sperma
Polusi Udara di Bintaro Tinggi dan Beracun, Peringatan Bagi yang Sering Olahraga di Luar
Putri Chandrawathi Masuk Daftar Cekal Online, Tidak Bisa Kabur ke Luar Negeri Meski Menyamar
Atlet Asta MMA Tangsel Sabet Sabuk Emas IBS Dangrup 2 Kopassus Kandang Menjangan
Hilangkan Bukti Pembunuhan Brigadir J, Kompol CP Diberhentikan Tidak Hormat dari Anggota Polri
Terbongkar, Ternyata Guru Agama di Batang Videokan Persetubuhan dengan Siswi saat Tes Kedewasaan
Gudang Penimbunan BBM Bersubsidi di Tangerang Dibongkar, 4 Tersangka Diamankan
Gawat, Tumpukan Sampah TPA Cipeucang Tangsel Menggunung Imbas Demo Warga Serang