HARIAN MASSA - Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar merupakan tonggak sejarah Orde Baru. Tanpa Supersemar, jalannya sejarah bangsa Indonesia tentu akan jauh berbeda dari saat ini.
Seperti diungkapkan sendiri oleh Soeharto, Supersemar merupakan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada dirinya yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat (AD) Letnan Jenderal Soeharto.
"Isinya: Presiden/panglima tertinggi ABRI/Pemimpin Besar revolusi/Mandataris MPRS Soekarno, memutuskan, memerintahkan kepada saya untuk atas namanya mengambil segera tindakan yang dianggap perlu," katanya, seperti dilansir dari Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, halaman 171.
Baca juga: Kisah Presiden Soeharto Melarang Tentara, Polisi dan PNS Poligami
Tujuannya adalah untuk menjamin keamanan dan ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi.
"Serta menjalamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Soekarno demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan melaksanakan secara pasti segala ajaran Pemimpin Besar revolusi," tambahnya.
Melalui Supersemar itu, Soeharto langsung membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Inilah tindakan penting pertama yang diambil Soeharto setelah menerima mandat Supersemar dari Presiden Soekarno.
Baca juga: Cerita Gubernur Pilihan Soekarno, Ali Sadikin Bangun Jakarta dengan Uang Judi
Dengan Supersemar juga, Soeharto mengeluarkan pengumuman kepada para pengusaha untuk membantu ketenangan ekonomi nasional dan aparatur negara untuk tetap menjaga kelancaran jalannya roda pemerintahan.
Soeharto juga membuat instruksi larangan kepada para pemimpin partai politik dan ormas, untuk menerima bekas anggota PKI maupun ormasnya. Dia juga membuat seruan agar semua anggota PKI atau ormasnya menyerahkan diri.
"Selang beberapa hari kemudian, pengumuman tentang pengamanan (penangkapan) terhadap 15 menteri Kabinet Dwikora saya keluarkan, dan di samping itu saya keluarkan keputusan Presiden tentang penunjukan menteri-menteri AD-interim, berhubung dengan sejumlah menteri ditahan," ungkap Soeharto.
Baca juga: Pengakuan Algojo: Aku Ikut Menembak Mati Tan Malaka
Lebih lanjut, Soeharto mengumpamakan peristiwa itu, seperti mengusir segerombolan monyet yang menyerang ladang jagung dengan tepukan tangan. Bukan dengan memobilisasi satu kompi kendaraan lapis baja.
"Menurut saya, perintah itu (Supersemar) dikeluarkan di saat negara dalam keadaan gawat, di mana integritas Presiden, ABRI, dan rakyat sedang berada dalam bahaya. Sedangkan keamanan, ketertiban dan pemerintahan berada dalam keadaan berantakan," pungkasnya.
Artikel Terkait
3 WNI Selamatkan Bocah Tenggelam di Jepang Raih Penghargaan dari Kepolisian
God Bless Berduka, Ibunda Ian Antono Meninggal Dunia
Kontrak Politik Tanah Merah: Jokowi Buatkan KTP, Anies Baswedan Berikan IMB
Fenomena Maling Listrik akibat WFH Berkepanjangan di Korea Selatan
Shan State Myanmar, Surga Produksi Narkoba Baru Negara-negara ASEAN dan Dunia
2 Massa Perguruan Silat Terlibat Bentrok di Nganjuk, Polisi Kewalahan Melerai
Brutal! Oknum Anggota Satnarkoba Polres Sukabumi Kota Paksa Mantan Pacar Bunuh Diri
Setahun 2 Juta Orang Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Devisa Hilang Rp165 Triliun
David Mulai Sadarkan Diri, Memasuki Fase Pemulihan Emosional
Usai Cetak Gol, Pemain Madura United Ricki Ariansyah Langsung Tak Sadarkan Diri