Pengakuan Algojo: Aku Ikut Menembak Mati Tan Malaka

- Rabu, 22 Februari 2023 | 06:55 WIB
Tan Malaka. Foto: Istimewa
Tan Malaka. Foto: Istimewa

HARIAN MASSA - Tan Malaka merupakan sosok legenda hidup. Meski dibunuh berkali-kali, dia tidak pernah mati. Buah pikirannya terus dipelajari dan buku-bukunya terus dibaca hingga saat ini. Dia abadi.

Semasa Orde Baru, nama Tan Malaka dihilangkan dalam buku pelajaran sekolah. Rupanya, Tan Malaka dianggap sosok yang sangat berbahaya. Bukan hanya oleh bangsa asing, melainkan bangsa Indonesia sendiri.

Itulah sebabnya, kenapa Tan Malaka ditembak mati oleh tentara Indonesia, pada usia 52 tahun. Konon, tanggal kematiannya sama dengan hari kelahirannya, yaitu pada 19 Februari 1896 dan 19 Februari 1946.

Baca juga: Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang Namanya Dihapus dalam Pelajaran Sejarah (1)

Harian Massa kali ini akan mengulas secara singkat misteri kematian sosok legenda Tan Malaka itu. Seperti apa?

Dalam pertengahan Maret 1946, satu peleton dari Batalyon Sriti, nama baru dari Batalyon 22, dikirim ke Mrican untuk membangun blokade-blokade jalan. Batalyon ini dipimpin seorang komandan bernama Banuredjo.

Salah satu komandannya, yakni Komandan Seksi Hersu membuat laporan rinci hukuman mati terhadap Tan Malaka.

Baca juga: Sekolah Tan Malaka, Pendidikan yang Membebaskan Proletar di Indonesia

Dikatakan, saat itu pasukannya bertemu dengan seorang pria berumur sekitar 50 tahun. Ciri-cirinya identik dengan Tan Malaka yang sedang menyamar. Dia memakai baju model Cina, pakai kopiah, dan kain sarung.

Meski telah berumur, menurut pengakuan Hersu, pria itu masih tampak gagah. Dia mengaku bernama Muhammad Hasyim, dari Desa Singonegaran, Kediri, dan baru pulang dari Desa Grogol mengunjungi anggota keluarganya.

"Di dalam hati, aku sudah berprasangka bahwa orang itu pasti mata-mata musuh yang memang banyak berkeliaran di wilayah gerilya," katanya, dikutip dari Harry A Poeze, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia.

Baca juga: Ken Arok dan Kisah Perebutan Kekuasaan di Jawa Abad ke-13

Tetapi Komandan Pleton, Sersan Mayor Panut mengenali sosok itu. Dia lalu bersiasat, bahwa mereka merupakan anak buah Sabarudin, yang saat itu berada di daerah Pare dan sedang menghimpun pasukan.

"Bukankah bapak ini, dulu sahabat Sabarudin juga? Kalau tidak salah ingat nama bapak adalah Tan Malaka," katanya.

Halaman:

Editor: Ibrahim H

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Wawasan Kebangsaan dan Pancasila di Mata Budayawan

Kamis, 23 Februari 2023 | 20:37 WIB

Pengakuan Algojo: Aku Ikut Menembak Mati Tan Malaka

Rabu, 22 Februari 2023 | 06:55 WIB

Kiai Sadrach dan Kristen Jawa

Minggu, 12 Februari 2023 | 08:20 WIB

Tragedi Ken Dedes dan Akhir Riwayat Tunggul Ametung

Senin, 23 Januari 2023 | 14:58 WIB

Ken Arok, Titisan Dewa Wisnu yang Menjadi Perampok

Jumat, 20 Januari 2023 | 11:23 WIB
X