HARIAN MASSA - Benny Moerdani diangkat sebagai Panglima ABRI, pada Maret 1983. Dia juga merangkap jabatan Panglima Kopkamtib. Gaya kepemimpinan Benny Moerdani tegas, maka itu dia disegani.
Namun, karirnya pupus di tangan Soeharto. Sebelum SU MPR tahun 1988, Benny Moerdani diberhentikan dari jabatannya sebagai Panglima ABRI. Dia juga kehilangan kendali atas Fraksi ABRI di DPR/MPR.
Rumor yang beredar saat itu, Soeharto marah kepada Benny Moerdani yang berhasrat menduduki kursi Wakil Presiden, pada SU MPR tahun 1988. Namun, rumor itu hanya tinggal cerita, karena faktanya tidak demikian.
Baca juga: Waspada! Serangan Phishing Ancam Pengguna Facebook di Indonesia
Dilansir dari A Yogaswara dalam bukunya Biografi Dari Pada Soeharto, dikatakan bahwa pemecatannya sebagai Panglima ABRI saat itu berawal saat dirinya bermain biliar dengan Soeharto di rumahnya, Jalan Cendana.
Saat itu, hubungan keduanya memang dekat. Di tengah asyik menyodok bola biliar, terjadi percakapan antara Benny Moerdani dengan Soeharto. Percakapan itu seputar keamanan untuk Presiden Soeharto.
Melansir dari biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, dia mengatakan kepada Soeharto seperti berikut:
"Saya katakan kepada beliau, untuk keamanan pribadi Presiden, memang sudah cukup dengan satu batalyon Paspampres. Tetapi untuk pengamanan politik Presiden, mutlak harus didukung oleh keterlibatan keluarga dan juga Presiden sendiri. Begitu saya angkat masalah tentang anak-anak tersebut, Pak Harto langsung berhenti main. Segera masuk kamar dan meninggalkan saya di ruang biliar sendirian."
Rupanya, percakapan itu telah menyinggung perasaan Soeharto. Sejak itu, Soeharto menutup diri kepada Benny Moerdani. Parahnya lagi, secara tiba-tiba Benny Moerdani dicopot dari jabatannya sebagai Panglima ABRI.
Baca juga: Skripsi Tidak Lagi Jadi Syarat Kelulusan Mahasiswa, Jangan Senang Dulu! Ternyata Ini Maksudnya
Namun, dewi keberuntungan masih berpihak kepada Benny Moerdani. Laksamana Soedomo mengingatkan Soeharto bahwa membuang Benny suatu kesalahan dan dapat berakibat fatal. Bahkan, bisa menjadi bencana besar.
Dia mencontohkan kisah Presiden Korea Selatan Park Chung-hee, yang ditembak mati oleh mantan kepala intelijennya sendiri. Menurut Soedomo, setelah mendengar cerita itu Soeharto kaget dan takut.
"Saya lihat Pak Harto kaget. Sudah pasti, beliau kemudian juga ingat kembali kepada kisah tersebut. Mungkin beliau mulai merasa takut dan berpikir, bagaimana kalau nanti Benny mbambung, nekat karena dikecewakan. Perasaan tersebut terasa sekali, mulai menghantui beliau," ungkap Soedomo.
Setidaknya, butuh waktu tiga minggu bagi Soeharto untuk memikirkan nasib Benny Moerdani. Saat menyusun Kabinet Pembangunan IV, Benny Moerdani akhirnya diberikan jabatan baru sebagai Menhankam.
Artikel Terkait
Internet Starlink Lebih Maju dari Teknogi Militer, Bantu Brigade Pemadaman Api di Hutan Amazon
Kementan Langsung Bergerak Atasi Kekeringan di Wajo Akibat El Nino
Ketua MK Anwar Usman Diminta Mundur Tangani Syarat Umur Capres-Cawapres 40 Tahun
Pertanian Gowa Andalkan Perpompaan untuk Antisipasi El Nino
Sadis! Pengrajin Keris Mabuk Kawa-kawa, Bunuh Istri di Depan Orangtua
Viral! Gara-gara Minta Uang Jajan, Ayah Aniaya Anak di Sukabumi
Gempa M7,4 Guncang Kalsel, Getarannya Terasa hingga Blitar
Gempa Bumi M7,1 Guncang Lombok Utara, BMKG: Waspada Gempa Susulan!
Resimen Cakrabirawa: Didirikan untuk Melindungi Soekarno, Dibubarkan Soeharto!
Waspada! Serangan Phishing Ancam Pengguna Facebook di Indonesia